Senin, 16 Juni 2014

TEORI-TEORI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN CARL GUSTAV JUNG

Standard

TEORI-TEORI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN CARL GUSTAV JUNG
 
BAB II
PEMBAHASAN

          A.        Teori Kepribadian Psikologi Analitis : Carl Gustav Jung
Teori kepribadian dengan pendekatan psikologi analitis dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Beliau diakui sebagai salah satu ahli psikologi yang terkemuka abad XX. Selama 60 tahun, ia mengabdikan dirinya dengan penuh kesungguhan untuk menganalisis proses kepribadian manusia yang sangat luas dan dalam. 
Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil, suatu kota di kawasan Lake Constance di Canton Thurgau, Swiss. Ayahnya adalah seirang pendeta pada Gereja Reformasi Swiss. Jung belajar di Universitas Basel dalam ilmu kedokteran. Setelah mendapat gelar dokter, ia menjadi assiten di Rumah Sakit Jiwa di Burgholze, Zurich, dan Klinik Psikiatri Zurich. Dia terus memperdalam ilmu psikologi dan bekerja sama dengan Eugen Bleuler, psikiater terkenal yang mengembangkan konsep skizofrenia. Pada tahunh 1909, dia melepaskan pekerjaannya di Rumah Sakit Jiwa Burgholze, Zurich.
Carl Gustav Jung sangat terkesan ole hide-ide Freud yang dibacanya dari buku yang berjudul Interpretation of dream. Pada tahun 1909 mereka mengadakan perjalanan bersama ke Universitas Clark di Worchester, Massachusetts. Mereka diundang untuk menympaikan serangkaian ceramah pada perayaan 20 tahun berdirirnya universitas tersebut. Pada tahun 1910 dengan dukungan dari Freud, Carl Gustav Jung menjadi ketua Asosiasi Psikoanalitik Internasional.
Hubungan Carl Gustav Jung dengan Freud tiga tahun kemudian mulai dingin. Pada tahun 1913 mereka mengakhiri hubungan kerja sama dalam pekerjaan. Dalam tahun yang sama, Jung juga melepaskan jabatan lektor dalam psikiatri pada Universitas Zurich. Keeretakan hubungan mereka di picu oleh perbedaan yang sangat prinsip dalam hal kepribadian dan pandangan intelektualnya. Jung menolak panseksualisme dan metode psikoterapinya sendiri yang menjadi terkenal sebagai psikologi analitik.
Dalam memandang manusia, Jung menggabungkan pandangan teleology dan kasualitas. Dia memandang bahwa tingkah laku manusia itu ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu rasi (kausalitas), tetapi juga oleh tujuan dan aspirasi individu (teleologi). Menurut Jung, masa lampau individu sebagai akualitas maupun masa depan individu sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku individu (orang).
Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke masa depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan restrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya pada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali. 
Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambing, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitive, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotic, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.[1] 
Pada tahun 1944 Jurusan Psikologi Kedokteran pada Universitas Basel dibuka khusus untuk menghormati Jung. Beliau menjadi ketua di jurusan tersebut, namun karena kesehatannya terus memburuk beliau berhenti dari jabatan tersebut. Pada tanggal 6 Juni 1961 Jung meninggal di Zurich dalam usia 85 tahun. Pada tahun kematian Jung diterbitkanla otobiografi: Memories, dream, reflection (1961
 B.      Struktur Kepribadian
Kepribadian atau psyche adalah mencakup keseluruhan pikiran,perasaan dan tingkah laku,kesadaran,dan ketidak sadaran.kepribadian membimbing orang untuk untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan social dan lingkungan fisik.sejak awal kehidupan,kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan.ketika mengembangkan kepribadian,orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian.
Kepribadian di susun 0leh sejumlah sistem yang beroprasi dalam tiga tingkat kesadaran; ego beroperasi pada tingkat sadar,kompleks beroperasi pada tingkat sadar pribadi,dan arsetip beroperasi pada tingkat taksadar kolektif.di samping sistem-sistem yang terkait dengan daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap (introvers-ektravers) dan fungsi (fikiran-perasaan-persepsi-intuisi) yang beroperasi pada semua tingkat kesadaran.jjuga ada self yang menjadi pusat dari seluruh kepribadian.
  • Kesadaran (consciousness) dan Ego
Kesadaran (consciousness) muncul pada awal kehidupan,bahkan mungkin sebelum di lahirkan.secara berangsur kesadaran bayi yang umum-kasar,menjadi semakin spesifik ketika bayi itu mulai mengenal manusia dan obyek sekitarnya.menurut jung,hasil pertama dari proses diferensiasi kesadaran itu adalah ego.sebagai organisasi kesadaran,ego berperan penting dalam menentukan persepsifikiran,perasaan dan ingatan yang bisa masuk kesadaran.tanpa seleksi ego,jiwa manusia bisa menjadi kacau karena terbanjiri oleh pengalaman yang semua bebas masuk ke kesadaran. Dengan menyaring pengalaman,ego berusaha memelihara keutuhan dalam kepribadian dan memberi orang perasaan kontinuitas dan identitas.[2] 
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang. Dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada dimansi kesadaran.
Dimensi kesadaran manusia memunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dlam orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivitas kejiwaaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi. Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam fungsinya, pikirandan perasaan bekerja dengan dengan penilain. Pikiran menilai atas dasar benar dan salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kedua fungsi jiwa yang irrasional yaitu pendirian dan intuisi tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata pengamatan. Pendriaaan mendapatkan pengamatan dengan sadar melalui indra. Adapun intuisi mendapat pengamatan secara tidak sadar melalui naluri.[3]  
  •        Taksadar Pribadi (personal unconscious) dan kompleks (complexes) 
Ketidak sadaran pribadi adalah daerah yang berdekatan dengan ego.ketidak sadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pemgalaman yang pernah sadar tetapi kemudian di represikan,disupresikan,di lupakan atau di abaikan serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi
Pengalaman yang tidak di setujui ego untuk muncul ke sadar tidak hilang,tetapi di simpan di simpan dalam personal unconscious,sehimgga taksadar pribadi berisi pengalaman yang di tekan,di lupakan,dan yang gagal menimbulkan kesan sadar.bagian terbesar dari isi tak sadar pribadi mudah di munculkan kekesadaran,yakni ingatan siap yang sewaktu-waktu dapat di munculkan ke kesadaran.  
Kompleks adalah kelompok yang terorganisasi atau konstelasi perasaan-perasaan,pikiran-pikiran,persepsi-persepsi,dan ingatan-ingatan yang terdapat dalam ketidak sadaran pribadi.komplek memiliki yang bertidak seperti magnet menarik atau mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke arahnya[4] 
  •     Tak sadar kolektif (collective unconscious)
Konsep ketidak sadaran kolektif atau tramspersonal merupakan salah satu  di antara segi-segi teori kepribadian jung yang paling original dan kontroversial.ia merupakan sistem psikhe yang paling kuat dan paling berpengaruh,dan pada kasus-kasus patologi ia mengungguli ego serta ketidaksadaran pribadi
Ketidaksadaran kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang,masa lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama banyak generasi. Semua manusia kurang lebih memiliki ketidaksadaran kolektif yang sama. Jung menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu dengan kesamaan stuktur otak pada semua ras manusia dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh evolusi umum.
Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. Ini merupakan endapan cara-cara reaksi kemanusiaan yang khas semenjak zaman dahulu di dalam manusia menghadapi situasi-situasi ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Daerah yang paling atas langsung di bawah ketidaksadaran pribadi berisikan emosi-emosi dan efek-efek serta dorongan-dorongan primitf; apabila isi-isi ini manifest orang masih dapat mengomtrolnya. Daerah di bawahnya lagi berisikan “invasi”. Yaitu erupsi dari bagian terdalam daripada ketidaksadaran serta hal-hal yang sama sekali tak dapat dibuat sadar, manifestasi dari hal-hal ini dialami oleh individu sebagai sesuatu yang asing. Jung sendiri merumuskan ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap-tiap individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif (representations collectives) orang-orang primitive.
Ketidaksadarn adalah tidak disadari, lalu bagaimana orang (kesadaran) dapat mengenalnya atau mengetahuinya. Pengetahuan mengenai ketidaksadaran itu di peroleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi-isi ketidaksadaran itu. Manifestasi katidaksadarn itu dapat berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.[5]
  • ·    Arkhetipe-Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.
  • ·    Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
  • ·    Anima dan animus
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus (Jung,1945,1945b).
  • · Bayang-bayang
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe ,bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.
  • ·   Diri (Self).
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat kepribadian, disekitar mana semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
Ø   Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang pribadi ke dunia luar, dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke dunia dalam,dunia subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstavert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.[6]
Ø   Fungsi
Ada empat fungsi psikologis fundamental:
a. Pikiran.Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia berusaha memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.
b. Perasaan. Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah nilai benda-benda,entah bersifat positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
c. Pendriaan. Pendirian adalah fungsi perceptual atau fungsi kenyataan.Ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia.
d. Intuisi. Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di bawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai akal,penilaian,abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan intuisi dipandang sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi tentang hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.[7]
         C.           Tipologi Jung

Dengan mendasarkan pada dua komponen pokok daripada kesadaran itu, sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat tipe ekstravers dan empat lagi introvers. Dalam membuat penyandraan mengenai tipe-tipe tersebut selalu di kupasnya juga kehidupan alam tak sadar, yang baginya merupakan realita yang sama pentingnya dengan kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tak sadar itu berlawanan dengan kehidupan alam sadar, jadi orang yang kesadarannya ber-tipe pemikir, maka ketidaksadarannya adalah perasa, orang yang kesadarannya ekstravers ketidaksadarannya bersifat introvers, begitu selanjutnya.

Dengan pembicara ini, teranglah kiranya tipologi Jung itu, yang dapat diikhtisarkan sebagai label berikut :

Sikap Jiwa
Fungsi Jiwa
Tipe Kepribadian
Ketidaksadarannya
Ekstravers
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi


Pikiran-ekstravers
Perasa-ekstravers
Pendriaan-kstravers
Intuisi-ekstravers


Perasa introvers
Pemikir introvers
Intuitif introvers
Pendria introvers

Introvers
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi

Pikiran-introvers
Perasa-introvers
Pendriaan-introvers
Intuisi-introvers


Perasa ekstravers
Pemikir ekstravers
Intuitif ekstravers
Pendria ekstravers

Tentu saja perlu diingat bahwa tipe-tipe yang murni seperti digambarkan diatas itu jarang sekali terdapat dalam kenyataan. Variasi tipe-tipe tersebut dalam kenyataannya lebih banyak daripada yang digambarkan itu; disamping tipe-tipe pokok tersebut dapat kita ketemukan tipe-tipe campuran.[8]
        D.           Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun seluruh kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.
  •    Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain,
Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan sikap ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan melakukan kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan. Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran dan persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian secara tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta animus pada seorang wanita melahirkan hubungan kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah maskulin sedangkan anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah feminin sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi memberikan semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur yang saling bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak seimbang secara neurotis.
  • Salah satu sistem bisa menentang sistem lain,
Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona dan anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara kolektif dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.
  •   Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis.
Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis antara sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini adalah diri (self).
         E.     Dinamika Kepribadian
          1.      Energi Psikis
Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi psikis(Jung,1948b). Energi psikis merupakan menifestasi energi kehidupan, yakni energi organisme sebagai sistem biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain,yakni dari proses-proses metabolik tubuh. Energi psikis terungkap sacara konkret dalam bentuk daya-daya actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian, dan perjuangan adalah contoh-contoh daya aktual dalam kepribadian; disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh-contoh daya potensial.
  •    Nilai-Nilai Psikis.
Jumlah energi psikis yang tertanam dalam salah satu unsur kepribadian disebut nilai dari unsur itu. Ide atau perasaan tersebut memainkan peranan pentingdalam mencetuskan dan mengarahkan tingkah laku.
  •   Daya Konstelasi Suatu Kompleks.
Nilai-nilai tak sadar harus ditentukan dengan menilai “daya konstelasi unsur inti suatu kompleks“ yang terdiri dari jumlah kelompok-kelompok item yang dihubungkan oleh unsur inti kompleks. Jung membicarakan tiga metode yang dapat dipakai untuk menaksir daya konstelasi unsur inti :
1) Observasi langsung plus deduksi-deduksi analitik. Melalui observasi dan inferensi kita dapat mengestimasikan jumlah asosiasi yang terikat pada suatu unsur inti.
2) Indikator-indikator kompleks. Indikator kompleks adalah suatu gangguan tingkah laku yang menunjukkan adanya kompleks.
3) Intensitas ungkapan emosi. Intensitas reaksi emosi seseorang terhadap suatu situasi merupakan ukuran lain tentang kekuatan suatu kompleks.
         2.     Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan untuk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang dikeluarkan itu akan muncul di satu tempat lain dlam sistem. Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu nilai tetentu melemah atau menghilang, maka jumlah energi yang diwakili oleh nilai itu tidak akan hilang dari psikhe tetapi akan muncul kembali dalam suatu nilai baru. Surutnya suatu nilai sudah pasti berarti munculnya suatu nilai lain. Misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu sistem lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan struktur-struktur lain dalam kepribadian.
  •  Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari ekuilibrium atau keseimbangan. Jung menyatakan bahwa realisasi diri adalah tujuan dari perkembangan psikis maksudnya antara lain adalah bahwa dinamika kepribadian bergerak ke arah suatu keseimbangan daya-daya yang sempurna.
  • Penggunaan Energy
Seluruh energi psikis yang tersedia untuk kepribadian digunakan untuk dua tujuan umum. Sebagian diantaranya dipakai untuk melakukan pekerjaan yang perlu untuk memelihara kehidupan dan untuk pembiakan spesies.
         F.      Perkembangan Kepribadian
1. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).
2. Sinkronisitas
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang dipikirkan.
3. Hereditas
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.
4. Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Ketika individu mencapai usia 30-an atau awal 40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih introvet dan kurang implusif. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah fisik dan kejiwaan. Orang menjadi lebih spiritual. Peralihan ini merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Ia merupakan saat yang paling berbahaya, karena kalau terjadi ketidakberesan selama perpindahan energi ini, kepribadian bisa menjadi lumpuh selamanya.
5. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.
6. Proses individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi, perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).
7. Fungsi transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi transenden ( Jung, 1916b ).
8. Sublimasi dan represi
Sublimasi bersifat progesif, represi bersifat regresif. Sublimasi menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan represi menyebabkan psikhe bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan rasionalitas, sedangkan represi menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat integratif sedangkan represi bersifat disintegratif.
9. Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi utama. Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls instingtif yang terhambat, di lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe. Lambang-lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang tidak hanya mengungkapkan khazanah kebijaksanan umat manusia yang diperoleh secara rasial dan individual, tetapi lambang-lambang itu juga menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan yang jauh mendahului perkembangan manusia sekarang.
          G.    Kritik Terhadap Pendekatan Jung
Jung telah diserang oleh para psikoanalisis beraliran Freudian, mulai dengan Freud sendiri. Ernest Jones (1959) berpendapat bahwa sesudah Jung melakukan “penelitian-penelitian besarnya tentang asosiasi dan dementina praecox, maka ia jatuh ke dalam filsafat semu, dari mana ia tidak pernah keluar lagi” (hlm. 165) Glover (1950, psikoanalisis dari Inggris, melontarkan serangan yang mungkin paling menyeluruh terhadap psikologi analitik. Ia menertawakan konsep arkhetipe-arkhetipe sebagai bersifat metafisik dan tidak dapat dibuktikan. Ia yakinbahwa arkhetipe-arkhetipe dapat di terangkan semata-mata berdasarkan pengalaman, dan bahwa mempostulasikan pewarisan ras adalah absurd. Glover berkata bahwa Jung tidak memiliki konsep-konsep perkembangan yang menerangkan pertumbuhan jiwa. Akan tetapi, kritik terpenting dari Glover dan merupakan salah satu kritik yang di tegaskannya berkali-kali ialah bahwa psikologi Jung mundur kembali kepada psikologi kesadaran yang ketinggalan zaman. Ia menuduh Jung mematahkan konsep Freud tentang ketidaksadaran dan menggantikannya dengan menciptakan ego sadar. Glover tidak berpura-pura netral ataau tidak memihak dalam evaluasinya terhadap pskologi Jung. (untuk perbandingan lain antara pandangan Freud dan Jung, lihat Gray, 1949; juga Dry 1961). Selesnick (1963) menyatakan bahwa Jung selama bersatu dengan Freud, telah mempengaruhi pemikiran Freud dalam beberapa hal yang penting.[9]
Teori Jung banyak menyentuh dunia religious, baik memakai pandangan agama untuk memahami kehidupan jiwa manusia, atau sebaliknya memakai pendekatan fenomenologik daripsikologi untuk memahami agama. Teori Jung masih bersifat konsep-konsep yang membutuhkan banyak hipotesa dan uji eksperiman. Fikiran-fikiran dan konsep-konsep Jung yang orisinil dan berani dalam mengungkap isi-isi jiwa manusia, setara dengan karya Freud.
Jung di kritik dalam pemakaian metoda riset komparatif, pengabaian kontrol dalam eksperimen, dan konsepnya mengenai taksadar kolektif, bersifat spekulatif. Teorinya dikembangkan dari pengalaman-pengelaman pribadi, seperti halusinasi, depresi – keinginan bunuh diri, dan agresi, sukar di buktikan secara ilmiah. Ketertarikan/keterlibatannya dengan okultisme, agama dan mintologi, membuat semakin jauh dari analisis ilmiah.[10]





[1] Syamsu Yusuf LN, Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset), hal.71-73
[2] Alwisol,psikologi kepribadian,ummpress 2009
[3] Syamsu Yusuf LN, Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas      Pendidikan Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset), hal. 74-75
[4] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[5] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal. 165-167
[6] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[7] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[8] Agus Sujanto, Halem Lubis, Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), hal. 69-71
[9] S. Hall., Calvin dan Gardner Lindzey, Supratiknya A. (Ed.). 1995. Psikologi Kepribadian 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius, hal. 223-224
[10] Alwisol. Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press), 2009, hal. 62


6 komentar:

  1. saya baca ini karna lagi nyari teori comeback nya BTS

    BalasHapus
  2. Saya membaca ini karena keluar nya teori comeback BTS. Saya jadi tertarik membaca soal psikologi. Sangat tertarik jadinya belajar tentang psikologi, kebetulan juga saya punya temen satu kost yang jurusan psikologi dan katanya sedang belajar ttg teori Karl Jung ini. Jadi saya semakin penasaran.

    BalasHapus
  3. Terima kasih banyak atas postingannya, sangat bermanfaat :)

    BalasHapus
  4. Kesini gara-gara teori album MAP OF THE SOUL BTS

    BalasHapus